gudnyus
5 Agustus 2019, 10:48 WIB
Last Updated 2020-06-20T06:48:52Z
InsightOpini

Pesan Untuk Mahasiswa Baru Teknik Geodesi Dan Geomatika

Advertisement

Gudnyus.id - Tahun 1996, aku masuk Teknik Geodesi yang sangat sulit dijelaskan kepada orang biasa. Aku tahu rasanya, ketika setiap orang bertanya hingga dua atau tiga kali saat ingin tahu bidang ilmu kita. Aku juga tahu betapa tidak mudah meyakinkan calon mertua, terutama ketika anaknya yang aku pacari kuliah di Fakultas Kedokteran UGM.

Menyandang status sebagai mahasiswa dengan jurusan kuliah yang aneh, nggak keren, nggak terkenal, membuatku belajar banyak. Kita tidak boleh berangkat dari egoisme pribadi bahwa “bidang ilmuku ini penting dan bermanfaat”.

Ternyata kita harus berangkat dari sebuah ‘musuh bersama’, dari sebuah isu umum yang menjadi perhatian umat manusia. Dengan mempelajari isu umum itu kemudian kita tahu secara rinci bagian-bagian yang membentuk bangunan utuhnya. Dari situ kemudian aku menemukan posisi dan peran ilmu kita.

Maka kita tidak mengatakan “kami mengukur panjang dan lebar bidang tanah menggunakan metode tachymetri”. Kita mengganti cerita menjadi “kami mendukung usaha pemerintah untuk memberi jaminan hukum atas kepemilikan tanah di Indonesia dengan memastikan luas dan posisi bidang tanah. Dengan kepastian ini maka iklim investasi bisa ditingkatkan sehingga ekonomi jadi menggeliat lebih baik”.

Kita tidak mengatakan “kami sedang melakukan survey batimetri menggunakan multibeam echo sounder” tapi “kami sedang memperkaya bangunan pengetahuan kita tentang laut guna mendukung Indonesia menjadi poros maritim dunia”.

Kita tidak mengatakan “kami sedang menguji ketelitian CORS untuk autonomous navigation” tapi “kami mendukung negara untuk meningkatkan kesejahteraan berbasis ekonomi yang bersinergi dengan Revolusi Industri 4.0.

Maka dari itu kami memastikan alat-alat berteknologi canggih tanpa awak bisa beroperasi dengan dukungan infrastruktur teknologi penentuan posisi yang memadai”.

Kita tidak mengatakan “kami sedang mengukur koordinat patok batas” tapi “kami turut menjaga perdamaian dunia dengan memastikan kejelasan posisi titik dan garis batas antarnegara sehingga konflik internasional bisa dicegah”.

Kita tidak mengatakan “sedang menganalisis night lights dengan digital image processing” tapi “kami menyajikan fenomena ketimpangan kesejahteraan secara jujur dengan membandingkan penggunaan lampu listrik di malam hari menggunakan gambar yang direkam oleh satelit”.

Aku belajar bahwa dalam sebuah bangunan, tidak semuanya bisa menjadi atap yang nampak berjasa atau pilar berukir yang berwibawa. Sebagian lain harus mau menjadi batu fondasi tersembunyi di bawah tanah dan tak dipuji perannya.

Meski demikian, aku juga belajar bahwa tidak ada ilmu yang lebih tidak penting dari yang lain. Masing-masing ilmu punya peran sendiri yang sama-sama menentukan.

Kita hidup di dunia tanpa batas, ketika siapa pun bisa belajar kapan pun tentang apa pun dari mana pun. Tak ada lagi monopoli ilmu sehingga semestinya kita mengutamakan kolaborasi bukan kompetisi.

Maka cara terbaik untuk melindungi dan membanggakan ilmu dan profesi kita adalah dengan melakukannya dengan cara dan hasil terbaik. Tidak elok melarang orang lain melakukan satu hal yang kita sendiri tidak bisa lakukan dengan baik. Aku belajar membedakan ‘menjadi berguna’, dengan ‘mengaku berguna’.

Buat kamu yang baru masuk Teknik Geodesi/Geomatika, di manapun, ingatlah bahwa kamu adalah bagian penting dari peradaban. Kamu mungkin kecil tapi kamu bagian berharga dari keseluruhan ilmu pengetahuan, seperti juga ilmu lainnya. Tugasmu memetakan bumi.

Hari ini mungkin kamu mulai dengan mengukur selokan tapi percayalah, perjalananmu sedang mengarah pada peran untuk memetakan kedaulatan dan peradaban.

Kita adalah surveyor pemeta jalan hidup kita sendiri. Seperti kata William Henley dalam puisinya Invictus, “aku adalah nakhkoda bagi nasibku, aku adalah pemimpin bagi jiwaku”. Selamat belajar!

Penulis : I Made Andi Arsana, Dosen Teknik Geodesi UGM