Bhama
24 Februari 2020, 21:05 WIB
Last Updated 2020-02-24T14:05:19Z
Insight

Penyebab dan Faktor Kenakalan Remaja

Advertisement

Gudnyus.id - Diakui atau tidak masa remaja adalah masa yang paling menyenangkan, tetapi juga merupakan suatu masa yang banyak menimbulkan masalah, bagi remaja yang mengalaminya maupun bagi lingkungan pada umumnya. Pada masa ini seseorang tumbuh dan berkembang dari masa anak-anak ke masa dewasa.

Perkembangan meliputi perkembangan fisik, terutama yang berhubungan dengan kemasakan organ-organ seksual dan perkembangan psikososial. Pada masa ini remaja berada pada suatu tahap yang secara fisik telah dapat berfungsi sebagai orang dewasa, namun secara mental dan sosial mereka belum matang (Utomo, 1991:47). 

Masa ini segala sesuatu ingin dicoba. Segalanya ingin dirasakan. Walaupun cukup rumit dan banyak persoalan yang terjadi pada masa ini, sebagian besar remaja dapat berkembang menjadi remaja yang normal. Kenormalan ini dapat berupa krisis identitas yang relatif lunak; hubungan dengan keluarga, kelompok bermain, pemahaman terhadap apa yang dilihat dari media massa dan sistem pendidikan cukup baik.

Di lain pihak ada remaja yang tidak memiliki hubungan yang harmonis dalam keluarga, kelompok bermain, pengaruh media masa, hingga proses pendidikan berjalan tidak normal. Berbagai masalah,misalnya, dalam hal pelanggaran moral atau peraturan yang berlaku serta kejahatan. Bila individu ini sulit dikendalikan, maka individu itu dapat disebut sebagai remaja yang nakal.

Anak dan Kenakalan
Yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum berumur 21 tahun dan belum pernah menikah. Sedangkan yang dimaksud kenakalan anak remaja adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar normanorma kesopanan, kesusilaan dan pelanggaran-pelanggaran norma-norma hukum, tetapi anak tersebut tidak sampai dituntut oleh pihak yang berwajib (Sumiyanto, 1994:21).

Kenalan anak menurut Benyamin Fine meliputi: Perbuatan dan tingkah laku yang melanggar norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan, ketertiban dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, yang dilakukan oleh anak-anak yang berumur dibawah 21 tahun (Simanjuntak, dalam Sumiyanto, 1994:22).

Untuk meletakkan batas usia seseorang yang layak dalam pengertian hukum nasional, serta untuk menghindari ketidakjelasan tentang batas umur anak dan memberikan pengertian yang jelas tentang batasan umur anak sebagai kategori anak, telah dirumuskan  ke dalam bangunan-bangunan pengertian yang diletakkan oleh spesifikasi hukum, sebagai berikut: 

1. Batas usia menurut ketentuan hukum perdata. Hukum perdata  meletakkan batas usia anak berdasarkan pasas 330 KUHP ayat 1 sebagai berikut: 

a. Batas antara belum dewasa (minderjeriheid) dengan telah dewasa(meerderjerigheid), yaitu 21 tahun; 
b. Dan anak yang berada dalam usia dibawah 21 tahun yang telah menikah dianggap telah dewasa. 

2. Dalam hukum adat; batas usia anak disebut dengan “kapan” disebut dewasa sangat terlalu umum. Menurut ahli hukum adat R. Soepomo bahwa ukuran kedewasaan adalah sebagai berikut:

a. Dapat bekerja sendiri 
b. Cakap dan bertanggungjawab dalam masyarakat 
c. Dapat mengurus harta kekayaan sendiri 
d. Telah menikah
e. Berusia 21 tahun (Lihat Wadong, 2000: 24 - 25) Banyak faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi nakal. 

Wines dalam Shadily (1980:219-220) menyatakan bahwa sebab-sebab anak menjadi nakal/jahat: 

a. Sebab subyektif 
Ialah yang dapat terdapat dalam diri perseorangan tersebut, dalam sejarahnya, kesehatannya wataknya dan pikirannya. Kenakalan ini diakibatkan oleh faktor ketidaksempurnaan pikiran dari pelaku.

b. Sebab obyekif
Ialah yang terdapat diluar perseorangan tersebut. Misalnya : pendidikan, keadaan rumah tangga dan lain sebagainya yang mengelilingi ia dari lahir hingga meninggal.

Keluarga dan lingkungan sekitar adalah aspek yang sangat penting mempengaruhi dan membentuk perilaku seorang anak. Harmonis-tidaknya dan intensif dan tidaknya interaksi antar anggota keluarga akan mempengaruhi kecendurungan anak menjadi nakal. 

Di sisi lain sifat anak yang suka meniru menyebabkan ia suka mencoba mencicipi nilai-nilai baru tersebut. Sikap coba-coba ini bila tidak diimbangi dengan landasan moral dan akhlak atau tuntutan yang baik dapat menyebabkan anak menjadi nakal atau dapat membentuk perilakunya menjadi jahat.

Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Nakal

1. Keluarga
Keluarga tempat anak dilahirkan dan dibesarkan, memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan sebuah karakter/individu. Di kalangan lapisan menengah dan atas dalam masyarakat perkotaan seringakali pembantu rumah tanggapun sering memegang peranan penting dalam pembentukan sebuah karakter. Orang tua (ayah/ibu) sering menyerahkan pemeliharaan anak bahkan pengawasan anak kepada pembantu. 

Rumah hanya sebagai tempat persinggahan sementara. Hubungan anak dan orang tua menjadi tidak harmonis. Orang tua sibuk dengan pekerjaan. Anak menjadi kehilangan kontrol. Malah anak lebih mempercayai pembantu dari pada orang tua atau malah lebih mengidolakan orang lain atau kelompok bermainnya. Padahal, semestinya proses pengenalan dan pematangan diri itu di mulai dari keluarga. 

Keluarga haruslah dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan yang tepat untuk individu itu. Sehingga pada tahap tertentu, peralihan = puberitas, ia mampu mengontrol diri dengan  bantuan pihak yang mengelilinginya.

Keluarga yang tidak harmonis akan menyebabkan anak-anak menjadi labil. Ia tidak memiliki panutan yang menjadi pedoman dalam menghadapi kehidupannya. Ia akan sulit membedakan mana yang baik dan mana yang bertentangan dengan norma yang ada dalam masyarkat. Bila ini terjadi, anak menjadi nakal, dan bila berkembang akan menjurus kepada kejahatan. 

2. Teman Bermain 
Seorang anak akan mendapatkan kelompok lain diluar keluarganya, baik kerabat, tetangga atau teman sekolahnya. Di sini ia mempelajari berbagai kemampuan yang baru. Kalau dalam keluarga interaksi yang dipelajarinya di rumah melibatkan hubungan yang sederajat, maka dalam kelompok ini ia menemukan hubungan yan sederajat.

Ia akan mempraktekkan apa yang didapatnya dari keluarga. Ia mulai membentuk ikatan dengan teman bermain. Secara perlahan-lahan ia membentuk kelompok bermain yang turut pula mempengaruhi pola dan tingkah lakunya kelak.

3. Sekolah/Masyarakat
Anak akan belajar mengenal sesuatu yang menuntut ia lebih peka terhadap lingkungannya. Anak akan mendapatkan komunitas yang lebih besar dan heterogen. Berbagai karakter akan ia jumpai, entah yang sudah pernah dikenalnya atau dipelajarinya dari keluarga/teman bermain atau belum pernah.

Pada tahap ini, lingkungan sekolah mulai mengenalkan kepadanya berbagai model kehidupan. Apa yang ia dapat dalam keluarga kadang-kadang kontradiktif dengan kenyataan yang ia  lihat dan alami. Anak mulai mengalami hal-hal baru. 

Ketika dalam keluarga ia dipesan oleh ayah/ibu untuk tidak membolos tapi kenyataannya ia menemukan ada temannya yang membolos. Ia ingin mencoba membolos, keluyuran tanpa tujuan, membandel/membangkang, melawan  perintah guru/ orang tua, begadang setiap malam, merokok, dan lainlainnya. 

Bila perbuatan ini tidak disikapi dengan arif, dan berkembang terus, maka akan membentuk sentimen kelompok. Ia akan merasa memiliki kelompoknya. Sehingga sering kita mendengar alasan anak, ketika ia ditanya mengapa tawuran, ia menjawab karena ia tidak mau dituduh tidak solider terhadap kelompok/teman sekolah, ketika kelompok teman/teman sekolahnya di serang oleh kelompok dari sekolah lain. 

Iklim kehidupan masyarakat/ sekolah bisa menjadi penyebab langsung terhadap kecendurungan nakalnya anak. Berbagai kontradiktif nilai yang berkembang di masyarakat memiliki pengaruh kuat untuk timbulnya kecendurungan nakalnnya anak yang sedang mencari jati diri.

4. Media Massa
Media massa berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Peningkatan tehnologi yang memungkinkan peningkatan kualitas pesan serta peningakatan pengenaan masyarakat pun memberikan peluang bagi media massa untuk berperan dalam pembentukan watak/ karakter individu. Seperti contoh diatas, dimana ia mencoba meniru perbuatan perkosaan yang ia lihat di televisi. 

Seorang anak usia sekolah (sekolah dasar) melakukan adegan perbuatan perkosa-perkosaan perlu disikapi. Keinginan anak untuk mencoba meniru adegan yang ia lihat di televisi adalah hal yang biasa. Seorang anak yang melihat film Superboy tentulah ia ingin menjadi seperti superboy atau ingin seperti Power Rangers yang bisa berubah wujud dan bisa terbang. 

Pesan-pesan yang ditayangkan melalui media elektronika dapat mengarahkan khalayak ke arah perilaku prososial maupun anti sosial. Penayangan secara berkesinambungan berbagai laporan mengenai perang, iklan, klip video lagu, atau penayangan film seri atau film kartun yang menonjolkan kekerasan dianggap sebagai satu faktor yang memicu perilaku agresif pada anak yang melihatnya.

Fuller dan Jacobs (Sunarto, 1993:33) dalam penelitian mereka tentang anak-anak di Amerika Serikat, meyimpulkan bahwa televisi menyita sejumlah besar waktu anak-anak;  lebih banyak waktunya digunakan untuk menonton televisi dari pada waktu di sekolah.

Walaupun temuan Fuller dan Jacobs, didasarkan pada penelitian di Amerika Serikat, namun kecendurungan yang sama dapat kita amati pada masyarakat kita. Hampir seluruh keluarga memiliki televisi yang mampu memberikan pengaruh terhadap sikap dan perilaku anak. 

Disisi lain, kesadaran akan arti penting media massa bagi dunia pendidikan telah mendorong para pendidik untuk memanfaatkan media massa. Di banyak negara termasuk negara kita televisi, misalnya, telah digunakan untuk menayangkan siaran-siaran pendidikan yang bertujuan mempengaruhi, menambah pengetahuan, ketrampilan dan sikap khalayaknya termasuk anak-anak. 

Disinilah peranan seluruh masyarakat, mulai dari tingkat yang paling kecil, keluarga, teman, lingkungan sekolah/masyarakat dan pemerintah tanpa terkecuali untuk mendampingi putra-putrinya dalam memproteksi dan memfilter berbagai macam produk yang dikonsumsi oleh anak-anak kita.

Kesimpulannya Diakui atau tidak, masa anak/remaja adalah masa yang paling menyenangkan. Namun bila tidak, maka banyak hal yang bisa menyebabkan anak tidak dapat menikmati masa yang paling menyenangkan itu. Pada kesempatan ini ada empat hal yang bisa menyebabkan sehingga anak menjadi/cenderung nakal. 

Yang pertama, karena kurangnya pengawasan orang tua (keluarga) dalam mendidik dan mengawasi perkembangan anak. Kedua, teman bermain. Ketiga, lingkungan sekolah/masyarakat, dan terakhir media massa. Yang paling penting adalah sikap kita yang peduli akan perkembangan dan kebutuhan anak. 

Sikap dari anggota keluarga (terutama ayah dan ibu), lingkungan (tetangga, teman, guru, alim ulama, cendikiawan, pengusaha), pemerintah tanpa terkecuali dalam menyikapi keinginan dan perubahan yang terjadi pada anak. Sehingga apa yang menjadi keinginan anak bukan impian belaka. Marilah kita satukan visi dan misi demi cita-cita bangsa. Manusia Indonesia yang seutuhnya. Yang memiliki ilmu pengetahuan dan tehnologi dengan landasan iman dan taqwa. 

Sumber:
KENAKALAN REMAJA
Rahman Taufiqrianto Dako, Universitas Negeri Gorontalo
Foto: unsplash.com