gudnyus
7 Agustus 2020, 16:36 WIB
Last Updated 2020-08-08T02:49:31Z
KaryaRagam

Clara Aksara (Part 2)

Advertisement

  • Penulis: Jhony Ardiansyah

Keesokan harinya, Agra sudah lebih dahulu terbangun dari tidurnya untuk membersihkan dirinya. Dia pun pergi ke arah Danau Merah dan melihat sosok gadis yang sangat cantik juga ramah. Lalu, Agra datang menghampiri dan bertanya, “Sedang apa kau disini?”.

Ingin tahu kisah sebelumnya? baca Clara Aksara Part 1

Kemudian, sang gadis yang bernama Clara Aksara itu menjawab, “Ini adalah desa kelahiranku. Aku kehilangan begitu banyak teman-temanku, bahkan orang tuaku pun ikut menjadi korban akibat perang yang kalian lakukan”, ucapnya sambil menampar keras ke arah pipi Agra.

Lalu, Agra bertanya kembali, “Kenapa kau tak segera meninggalkan tempat ini?”

Gadis cantik itu pun semakin meluapkan emosinya kepada Agra dan menamparnya berkali-kali serta memukul keras hingga wajah Agra berdarah. Kemudian gadis itu berujar, “Untuk apa peperangan ini sebenarnya? Apakah ribuan nyawa selama ini masih belum cukup? Kerajaan hanya melindungi desa-desa yang dekat saja. Apakah kami terlalu jauh untuk jadi bagian dari desa kerajaan? Apakah kerajaan tak bisa mengirim pasukan ke Desa Yama Nangsa? Bukankah kau Agra sang Pangeran Seribu itu?”

Lalu, Clara memberitahukan yang sebenarnya, “Pergilah, warga desa disini tidak suka denganmu, bahkan aku dengar mereka merencanakan pembunuhanmu malam tadi”.

Agra melihat kearah tangan Clara yang berdarah, kemudian memegang bahu serta melihat tajam ke arah mata Clara. “Aku hanya bertanya dua hal kepadamu, tapi kenapa tak satu pun pertanyaanku yang kau jawab?”

Kemudian, di tengah-tengah pembicaraan mereka ada jeritan keras dari arah tempat Arga menginap sebelumnya. Agra dan Clara pun menghampiri pasukannya yang terdesak karena kalah jumlah dengan warga desa.

Agra berteriak, “Aku adalah pimpinan mereka. Jika kau ingin membunuh mereka maka aku bisa menggantikan nyawa mereka”. Clara pun memeluk Agra yang tampaknya sedang ketakutan.

Warga desa beramai-ramai menghampiri Agra dan mengatakan, “Wanita yang disampingmu adalah musuh kami sekarang. Sejak malam tadi, ia berjaga untuk melindungi kalian yang sedang tertidur”.

Salah satu dari prajurit pun berteriak, “Sadarkah kau sedang berbicara  dengan siapa?”.

Kemudian, Agra membentak prajurit itu, “Diam lah, kita tak ada urusan dengan warga desa. Masih ingat dengan kedatangan kita kemari? Aku perintahkan agar kalian berpencar dan melindungi tempat ini serta tunggu perintahku untuk memasuki wilayah lawan”.

Semua prajurit pun mulai berpencar. Tinggal lah Agra dan Clara di tengah-tengah kerumunan warga desa, “Hei tuan muda. Sesuai dengan janjimu, kau akan menggantikan nyawa mereka bukan?”.

Agra pun bersiap-siap lari dan memukul pohon besar hingga tumbang, sehingga warga desa menjauhi pohon yang akan tumbang itu dan mendapati mereka berdua telah pergi.

Clara yang memandu pelarian akhirnya mangantarkan mereka ke tempat yang paling aman karena tak ada seorang pun yang pernah mengunjungi tempat itu. Bersandar lah mereka di sebuah batang pohon yang besar.

Clara mengatakan, “Pertanyaanmu sudah terjawab oleh warga desa. Meninggalkan tempat ini sama saja aku meninggalkan cita-cita ayahku yang juga sebagai mantan pemimpin desa. Kerajaan bukan ingin meninggalkan kita, tetapi mereka ingin melindungi negeri ini. Bukti bahwa mereka berperang di perbatasan adalah bentuk dari  pertahanan”.

Clara menambahkan, “Kerajaan Kumara memang tidak pernah sekali pun memprovokasi pihak lawan, justru sebaliknya Kerajaan Kerastera lah yang suka mengganggu warga desa seperti mencuri hasil kebun dan menculik gadis muda di desa Yama Nangsa ini. Aku sampai hapal setiap bulannya mereka datang ke desa ini pada jam berapa dan mereka pun bermalam di tempat ini”.

Lalu, Agra menjawab, “Maaf, sudah membuatmu dan warga desa menderita karena kesepakan damai yang tak kunjung usai. Ini juga membuatku semakin ingin menghancurkan kerajaan seberang”.

 “Jadi, itu kah kedatangan kalian kemari?” Ujar Clara yg sambil tangannya di bersihkan oleh Agra mengangguk kan kepalanya. Clara pun memegang pipi Agra dan membersihkan luka di bibirnya dan bertanya kecil, “Apakah pangeran sepertimu bisa berdarah juga?” Sambil tersenyum senang.

Hari sudah semakin siang. Agra pun ingin segera berkumpul dengan pasukannya. Satu pertanyaan dari Clara yang khawatir, “Apakah kau sudah ingin bergegas? Hari ini adalah harikedatangan pasukan Kerastera untuk mengacau di desa”.

Sambil berdiri, Agra mengatakan, “Itu adalah tekad yang ku buat dan aku bukan pangeran dari kerajaan lagi karena sudah melawan perintah sang raja. Teruslah bersembunyi di tempat ini hingga semuanya menjadi kondusif dan kau boleh keluar dari sini. Aku akan kembali menemuimu”. Clara pun menatap cemas melihat kepergian Agra.

Peperangan akan segera dimulai, Nantikan di Clara Aksara (Part 3)