gudnyus
23 Juni 2021, 12:12 WIB
Last Updated 2021-06-23T05:13:23Z
Literasi

Perkembangan Penelitian Resiko Investasi Kripto di Indonesia

Advertisement

 

Gudnyus.id - Investasi merupakan usaha yang dilakukan sesorang maupun sekelompok orang untuk memperoleh laba dari uang yang dimilikinya. Dewasa ini dikenal berbagai bentuk investasi, yang dapat dilakukan dengan memiliki aset riil seperti tanah dan emas, surat berharga (deposito, saham, obligasi), aset-aset derivatif (opsi, forward, futures) hingga mata uang atau valuta asing (valas).

Pada dekade ini, muncul suatu bentuk investasi baru, yakni mata uang virtual atau cryptocurrency. Berbeda dengan mata uang yang banyak dikenal, mata uang virtual tidak berujud, dan tidak diterbitkan oleh suatu negara atau bank sentral negara tertentu.

Mata uang virtual yang cukup berhasil dan dikenal secara luas di seluruh dunia adalah bitcoin, yang muncul pada tahun 2009. Dua tahun kemudian, muncul mata uang virtual lain yakni namecoin. (Hileman dan Rauchs, 2017). Dewasa ini, telah dikenal berbagai jenis mata uang virtual di seluruh dunia.

Situs coinmarketcap (www.coinmarketcap.com) sebagai salah satu rujukan dalam studi mata uang crypto (Lansky, 2016), pada bulan Februari 2020 mencatat adanya lebih dari 2.000 macam mata uang crypto di seluruh dunia.

Seperti halnya mata uang biasa, nilai mata uang ini juga berubah setiap waktu. Jumlah uang yang beredar juga dipublikasikan secara real time dalam berbagai situs internet. Sebagai contoh, situs coinmarketcap menyajikan data harga mata uang crypto beserta volume dan nilai totalnya setiap hari sejak 28 April 2013.

Kemunculan mata uang virtual tidak dapat dilepaskan dari mekanisme pembayaran virtual yang telah muncul pada dekade sebelumnya. Mengacu pada Nian dan Chuen (2015), gagasan mengenai mata uang virtual telah muncul pada tahun 1990, dengan adanya sistem e-Cash yang dikelola oleh perusahaan DigiCash.
 
Dalam sistem ini, setiap pembayaran disampaikan secara daring maupun luring dengan suatu protocol kriptografik tertentu. Mata uang e-Cash berkurang kepopulerannya pada tahun 2000-an, digantikan oleh uang elektronik yang terkait dengan emas, misalnya e-Dinar, Pecunix, dan lain-lain. Beragam isu terkait keamanan jaringan internet pada masa itu menyebabkan uang elektronik kurang diminati masyarakat.

Kebangkitan kembali mata uang crypto di dunia terjadi pasca krisis ekonomi 2008. Pada saat itu, bitcoin diperkenalkan oleh pihak tertentu yang menggunakan nama samaran Satoshi Nakamoto.

Bitcoin dijalankan dengan suatu perangkat lunak open source, dapat diunduh oleh sembarang orang di seluruh dunia, dan tersebar di mana-mana dengan adanya sistem block chain.

Di samping itu, keberadaan bitcoin tidaklah bergantung pada suatu lembaga atau perusahaan tertentu. Hal-hal inilah yang menyebabkan bitcoin dan mata uang crypto lainnya kembali memperoleh minat dan kepercayaan dari masyarakat.

Dalam perkembangannya, sejumlah penelitian bahkan menyoroti potensi bitcoin sebagai mata uang virtual dengan masa depan cerah (Plassaras, 2013; Folkinshteyn et al., 2015, Carrick, 2016).

Pada tahun 2019, beberapa media massa memberitakan terjadinya tindak pidana investasi pada mata uang crypto (Marjaya, 2019; Pahlevi, 2019). Untuk mencegah tindak pidana terutama penipuan investasi, diperlukan adanya peningkatan literasi masyarakat terkait potensi dan risiko dari investasi dalam bentuk mata uang crypto. (Gideon, 2019).

Hingga saat ini, di Indonesia belum dijumpai riset yang mengkaji potensi serta risiko investasi mata uang crypto. Sejumlah riset di Indonesia berfokus pada status hukum investasi cryptocurrency, misalnya Ausop dan Aulia (2018), Yohandi et al. (2017), Nurhisam (2017), serta Rinaldi dan Huda (2016).

Dijumpai pula sejumlah riset terkait prediksi harga bitcoin dengan berbagai metode, yakni metode ARIMA (Salwa et al., 2018), metode double exponential smoothing (Darnila dan Fikry, 2019), jaringan saraf tiruan (Aldi et al., 2018; Sovia et al., 2018), hingga algoritma pembelajaran mesin (Faizal et al., 2019).
 
Adapun pembandingan hasil investasi bitcoin, saham, dan emas di Indonesia dilakukan oleh Mahessara dan Kartawi-nata (2018).
Riset tersebut belum mengakomodasi adanya berbagai mata uang crypto yang beredar di pasaran dunia saat ini. Di sisi lain, cukup banyak riset di luar Indonesia yang telah membahas kinerja investasi mata uang crypto.

Sebagai contoh, Baek & Elbeck (2015) menya- takan bahwa pasar bitcoin sebagai mata uang crypto bersifat sangat spekulatif. ElBahrawi et al. (2017) menganalisis perubahan harga 1.497 macam mata uang crypto yang dipasarkan pada jangka waktu 2013-2017 terhadap mata uang USD.

Lansky (2016) menganalisis per- kembangan 1.278 mata uang crypto di seluruh dunia, dan menyatakan bahwa tidak semua mata uang crypto dapat berta-han lama di pasaran. Shahzad et al. (2019) menyatakan bahwa emas, bitcoin, dan saham merupakan bentuk investasi yang weak-safe pada kondisi masing-masing.

Uraian di atas menunjukkan bahwa penelitian terkait investasi mata uang crypto belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memperdalam informasi dan membandingkan kinerja berbagai macam mata uang crypto yang beredar di dunia.

Dikaji pula perbandingan investasi mata uang crypto dengan investasi di pasar modal maupun pasar valuta asing di Indonesia. Penelitian itu diharapkan menjadi dasar bagi riset- riset mendatang terkait manajemen risiko investasi pada mata uang crypto.



Penulis: Ezra Putranda Setiawan

Jurnal Analisis Potensi dan Risiko Investasi Cryptocurrency di Indonesia