gudnyus
18 Juli 2021, 16:55 WIB
Last Updated 2021-07-18T09:55:43Z
Ragam

RINGKAS! Contoh Khutbah Idul Adha 2021 yang Menyentuh Hati

Advertisement

 


Gudnyus.id - Pelaksanaan sholat idul adha tidak lepas dari khutbah idul adha sebagai salah satu rangkaian wajib yang harus ditunaikan. Sebagian masyarakat yang berada di zona merah atau sedang melaksanakan PPKM diharuskan untuk melaksanakan ibadah sholat idul adha dari rumah.

Hal ini tentunya membuat salah satu anggota keluarga perlu menjadi khatib dan membutuhkan referensi khutbah idul adha di masa pandemi.

Dilansir dari nu.or.id, Berikut contoh khutbah idul adha 2021 yang  menyentuh hati ditulis oleh Rakimin Al-Jawiy, Dosen Psikologi Islam UNUSIA Jakarta dengan judul "Kurban dan Kelekatan Sosial di Tengah Pandemi."

Khutbah Pertama:

الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْن

(Allaahu Akbar (x9) walillaahil-hamdu.

Alhamdullilahi nahmaduhu wa nastaii’nuhu wa nastaghfiruhu wa nauu’dzubillahi min syuruuri anfusinaa wa min sayyi`aati a’maalinaa man yahdillahu falaa mudhillalahu, wa man yudhlil falaa haadiyalahuu.

Asyhadu an laaillaaha illallahu wahdahu laa syariika lahuu, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu.

Allahumma shalli wasallim ‘alaa Sayyidinaa Muhammadin haadzaar-rasuulil-kariimi wa ‘alaa aalihi wa ashaabihi. Ammaa ba’d

Fayaa ‘ibaadallah, uushiikum wanafsii bitaqwallaahi faqad faazal-muttaquun)

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar wa lillaahil-hamd.

Ma’asyiral Muslimin Hafidzakumullah Di tengah situasi pandemi saat ini kita harus memiliki hubungan sosial yang baik dengan keluarga, saudara, tetangga maupun karib kerabat lainnya.

Sebagai makhluk sosial, manusia harus hidup bermasyarakat dengan saling memberi manfaat antara satu dengan lainnya. Jika tidak, maka kita akan ditimpa kehinaan dan keresahan dimana pun kita berada. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah :

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوٓا۟ إِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ ٱلنَّاسِ

"Mereka ditimpa kehinaan dimana saja berada, kecuali jika mereka menjalin hubungan baik kepada Allah dan menjalin hubungan baik kepada manusia (QS. Ali-Imran : 112)

Dengan kata lain, manusia adalah makhluk sosial yang harus bergaul dan bermasyarakat, hidup berdampingan dengan sesama, bahu membahu, tolong menolong dan bahkan saling mensejahterakan. Namun Ma’asyiral Muslimin Hafidzakumullah.

Pada kenyataannya hal ini berbeda jauh dengan kenyataan alias, jauh panggang dari api. Masyarakat tampak semakin individualistik, egois, materialistis, cuek dan bahkan opportunis. Dekat bila memerlukan dan menjauh ketika tidak membutuhkan, na’udzubillah min dzaalik!

Di tengah pandemi Covid-19 ini, masyarakat merasakan dampak sosial dan ekonomi yang dahsyat. KDRT meningkat, kriminalitas merajalela, dan keuangan pun sangat bermasalah. Jangankan beli paket data untuk anaknya yang sekolah online, untuk makan keseharian pun mereka kepayahan.

Banyak juga anggota keluarga, karib kerabat dan tetangga kita dirundung kesusahan, dan serba sendirian menghadapi cobaan. Al-hasil, kita pun merasa hidup terasing di tengah kerumunan banyak orang. Sungguh memprihatinkan.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamd.
Ma’asyiral Muslimin Hafidzakumullah Di tengah kehidupan bermasyarakat dibutuhkan kelekatan sosial yang bisa saling mengisi, berbagi dan melengkapi satu sama lain.

Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, cepat kaki, ringan tangan, ringan sama dijinjing berat sama dipikul adalah pribahasa-pribahasa yang menggambarkan pentingnya kelekatan sosial.

Dalam Islam, kelekatan sosial ini dikenal dengan kata qaraba (dekat) yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia menjadi akrab, karib dan kerabat yang menunjukkan kedekatan yang istimewa. Seperti termaktub dalam QS An-Nahl ayat 90,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat”.

Menurut Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Asy-Syaukani dalam Kitab Fath al-Qadir hal. 798, ayat ini mengandung petunjuk tentang wajibnya seseorang untuk memberi bantuan kepada kerabatnya sebagaimana Allah SWT menyuruh untuk menegakkan keadilan dan berbuat kebajikan.

Untuk menciptakan kelekatan sosial ini, ibadah kurban menjadi sarana ampuh untuk mewujudkannya baik untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarub ilallah) maupun kedekatan kepada manusia (taqarub ilannas).

Sehingga ibadah kurban mengandung dua dimensi yakni dimensi spiritual-transendental sebagai konsekwensi dari kepatuhan kepada Allah dan dimensi sosial humanis yang nampak dalam pola pendistribusian hewan kurban untuk mereka yang berhak (mustahiq).

Sementara untuk mewujudkan kelekatan sosial melalui ibadah kurban ini, ada tiga hal yang dapat dilakukan yakni pertama peduli sesama dalam bentuk berbagi daging qurban, kedua memberikan pesan dan harapan yang tinggi dengan menyebarkan syiar Islam dan ajakan untuk berkurban, dan ketiga memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dan berkontribusi melalui sinergi kepanitiaan dan partisipasi aktif dalam meraih pahala dan fadhilah kurban.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamd.
Ma’asyiral Muslimin Hafidzakumullah Penyembelihan hewan kurban merupakan simbol pendekatan spiritual seorang hamba kepada Tuhannya dan sekaligus pendekatan sosial kemanusiaan dengan sesamanya. Pemaknaan seperti inilah yang memberikan spirit dari esensi yang akan menemukan relevansinya dengan kondisi yang sulit seperti sekarang ini.

Secara sosiologis antropologis, ketaatan dan ketulusan Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah untuk mengurbankan anaknya merupakan simbol keteladanan sosial paling tinggi walaupun akhirnya Nabi Ismail as diganti dengan hewan sembelihan.

Penggantian kurban manusia dengan hewan ini sendiri merupakan apresiasi dan aktualisasi janji Allah untuk memberi balasan yang terbaik pada orang yang bertakwa dan berbuat baik. Allah berfirman:

وَفَدَيْنَٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ . وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى ٱلْءَاخِرِينَ . سَلَٰمٌ عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ .كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ .إِنَّهُۥ مِنْ عِبَادِنَا ٱلْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman". (QS. As-Shaffat: 107-111)

Allahu Akbar 3x Walillahilhamd.
Ma’asyiral Muslimin Hafidzakumullah Dalam perspektif lain, ibadah kurban juga menegaskan bahwa ajaran Islam ingin menyelamatkan manusia dari tradisi yang tidak menghargai manusia dan kemanusiaan.

Ibadah kurban juga bertujuan menghilangkan sifat buruk binatang yang terkadang muncul pada manusia diganti dengan sifat saling menyayangi dengan wujud saling berbagi.

Dalam konteks ini, ibadah kurban menjadi simbol perlawanan terhadap setan dan hawa nafsu (sifat-sifat kebinatangan), yang hadir lewat sikap menzalimi demi menghalalkan segala cara.

Nilai-nilai yang dapat disikapi dari ritual kurban, yaitu pembelajaran ketika Allah menggantikan Nabi Ismail dengan seekor hewan, tersirat makna agar manusia tidak lagi menginjak-injak harkat dan derajat manusia dan kemanusiaan.

Ulama besar Imam Al Ghazali mengatakan bahwa penyembelihan hewan kurban menyimbolkan penyembelihan sifat kehewanan manusia. Oleh karena itu, qurban semestinya bisa pula mempertajam kepekaan dan tanggung jawab sosial (social responsibility).

Dengan menyisihkan sebagian pendapatan untuk berkurban diharapkan timbul rasa kebersamaan di masyarakat. Sebagai sebuah simbol, perintah kurban haruslah bertransformasi ke ranah kehidupan yang lebih luas.

Ibadah kurban tidak akan menemui esensinya jika hanya dipahami sebagai ibadah ritual tahunan saat menjelang Idul adha saja tanpa menumbuhkan semangat rela berkorban untuk mensyiarkan agama Allah.

Sehingga apapun bentuknya, sebuah pengorbanan, baik berupa harta, ilmu, pikiran dan tenaga yang dapat memberikan manfaat untuk orang lain jika dilakukan dengan kesungguhan hati dan keikhlasan semata karena Allah dapat mengantarkan seseorang menjadi lebih dekat kepada Tuhannya.

Ibadah kurban tidak hanya dituntut untuk menjaga ketaatan secara individual kepada Allah, tetapi juga dituntut menghadirkan kemanfaatan bagi sesama. Rasulullah saw bersabda :

خيرالناس انفعهم للناس

“Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” (HR. Bukhari)

Semoga kurban di tengah pandemi ini, memberikan pelajaran berharga untuk kita semua. Mari maksimalkan syiar kurban di lingkungan kita dan rajutlah jala ukhuwah dengan saling mengakrabkan satu dengan lainnya.

Dengan keakraban dan kelekatan sosial inilah kita bisa saling tolong menolong dan meringankan beban penderitaan kita. Kiranya kita tetap dalam lindungan Allah agar terhindar dari virus Corona. Amin ya rabbal alamin

 بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم

(Baarakallaahu lii wa lakum fil qur’anil ‘azhiim. Aquulu qawli haadza fastaghfirullaahal ‘azhiim. Innahuu huwal ghafuurur-rahiim)

Khutbah Kedua

اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ،

اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً . لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ. اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَناَ أَنْ نُصْلِحَ مَعِيْشَتَنَا لِنَيْلِ الرِّضَا وَالسَّعَادَةِ، وَنَقُوْمَ بِالْوَاجِبَاتِ فِيْ عِبَادَتِهِ وَتَقْوَاهُ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا.اَمَّا بَعْدُ

فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦوَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَّعَوَاتْ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَالله, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَر.

(Allaahu Akbar

Allaahu Akbar kabiiraa, wal-hamdu lillaahi katsiiraa wa subhaanallaahi bukrataan wa ashiilaa. Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar wa lillaahil-hamd.

Alhamdulillaahi amaranaa an-nushliha ma’iisyatanaa linailir-ridla was-sa’aadah, wa naquuma bil-waajibaati fi ‘ibaadatihi wa taqwaahu.

Wa asyhadu an laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu. Wa asyhadu anna Sayyidanaa Muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluhuu. Allaahumma shalli wa sallim wa baarik ‘alaa Sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa ashaabihi wa sallim tasliimaan katsiiraa. Ammaa ba’d

Fayaa ayyuhaan-naas, ittaqullaaha haqqa tuqaatihii walaa tamuutunna illaa wa antum muslimuun.

Allaahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘alaa aali Sayyidinaa Muhammad, wardla ‘annaa ma’aahum birahmatika yaa arhamar-raahimiin.

Allahummaghfir lil-mukminiina wal mukminaati, wal muslimiina wal muslimaati, al-ahyaai minhum wal amwaati, innaka samii’un qariibun mujiibud-da’awaat. Allahummadfa’ annalbalaaa wal waabaaa waz-zalaazila wal-mihana wasuual fitnati, maa zhahara minhaa wa maa bathana, ‘an baladinaa Indonesia khaasshatan wa saa`iril-buldaanil muslimiina ‘aammatan, yaa Rabbal ‘aalamiin.

Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa wa in lam taghfir lanaa lanakuunanna minal-khaasiriina. Rabbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanatan, wa fill aakhirati hasanatan, waqinaa ‘adzaaban-naar.

‘Ibaadallaah, innallaaha yamuru bil ’adIi wal ihsaani, wa iitaai dzil-qurbaa wa yanhaa ‘anil-fahsyaa`i wal-munkari wal-baghyi, yai’zhukum la’allakum tadzakkaruun. Wadzkurullaahal ‘adziima yadzkurkum, wasykuruuhu ‘alaa ni’amihi yazidkum, wa ladzikrullaahi akbar. )

Inilah contoh teks khutbah Idul Adha yang menyentuh hati yang dapat Anda jadikan sebagai referensi mengisi khutbah di rumah. Semoga bermanfaat!