Advertisement
SURAKARTA – Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surakarta melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) yaitu deportasi kepada 20 Warga Negara Asing (WNA) asal Tiongkok pada Senin (14/7).
20 orang yang dideportasi ini melakukan pelanggaran terhadap Pasal 122 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
TAK ini berawal dari informasi masyarakat mengenai keberadaan sejumlah WNA yang beraktivitas di sebuah proyek perusahaan di desa Plumbon, Kecamatan Sambungmacan.
Informasi tersebut segera ditindaklanjuti oleh Kantor Imigrasi Surakarta dan sebanyak 21 WNA diamankan saat tengah beraktivitas di proyek tersebut.
Mereka kemudian diperiksa dan sebanyak 20 WNA yang terdiri dari 19 laki-laki dan 1 perempuan terindikasi melanggar peraturan keimigrasian diamankan. Sementara itu satu orang dilepas karena tidak terindikasi adanya pelanggaran keimigrasian.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Kantor Imigrasi Surakarta, 20 orang WNA terbukti melanggar Pasal 122 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan pada tanggal 14 Juli 2024 akan dijatuhkan Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) berupa pendeportasian dan pencekalan dari wilayah Indonesia melalui Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo.
Deportasi ini sesuai dengan ketentuan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Kepala Kantor Imigrasi Surakarta, Bisri, mengingatkan agar para perusahaan yang memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) maupun WNA yang beraktivitas di wilayah Solo Raya untuk tetap mematuhi aturan yang berlaku.
"Aabila masyarakat di Solo Raya menemukan aktivitas WNA yang mencurigakan, mohon agar segera melaporkannya ke Kantor Imigrasi Surakarta," ujar Bisri.
Sementara itu Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Jawa Tengah, Is Eko Edyputranto, menyampaikan bahwa tindakan ini merupakan komitmen jajarannya dalam menegakkan hukum keimigrasian, sejalan dengan perintah Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI, Agus Andrianto, yang menyampaikan bahwa peningkatan mobilitas orang asing perlu diimbangi dengan pengawasan yang lebih ketat.
"Pengawasan ini penting untuk menjamin keberadaan WNA tidak menimbulkan ancaman terhadap stabilitas dan hukum yang berlaku di Indonesia," ujar dia.