17 Desember 2019, 19:30 WIB
Last Updated 2019-12-17T12:30:00Z
Story

Hujan, Obrolan, serta Secangkir Teh di Malam Desember

Advertisement


Gudnyus.id - Seperti biasanya di bulan Desember intensites hujan sedang lagi tinggi-tingginya. Malam itu pun hujan dengan tenangnya turun, memang tidak lebat, tapi cukup untuk membuat basah sekujur tubuh ini. Sederhana sebenarnya cerita ini.

Hari itu aku ditunjuk sebagai pemateri untuk mengisi kelas. Entah bagaimana mereka memilihku sebagai pemateri saat itu. Amanah, itu yang ada di dalam otakku saat itu.  Kekhawatiran sebenarnya muncul di kala siang itu hujan tak kunjung berhenti, namun kami tetap yakin bahwa acara ini akan berjalan juga.

Tidak lama kemudian peserta kelas datang. Ternyata masih ada yang mau menyisihkan waktu liburnya untuk kelas sederhana ini, sembari kami menyiapkan untuk kelas kali ini. Tema yang dipilih kali ini “menulis dan membaca puisi”, cukup membosankan mungkin bagi mereka yang tidak menyukai karya sastra yang satu ini. Ini hanya permainan mengolah diksi dengan indah, yah mungkin bagi mereka yang tidak menyukai mungkin ini hanya kebohongan belaka.

Lupakan soal suka atau tidak dengan puisi. Kelas pun berjalan, dimulai dengan aku menyampaikan materi yang sudah ku siapkan sebelumnya. Secara keseluruhan, semua berjalan dengan lancar. Setelah penyampaian materi, peserta diminta untuk menulis dan membaca hasil karya mereka.

MasyaAllah, ternyata mereka lebih mahir daripada si pemateri. Luar biasa sekali. Pada akhrinya kelas ini berubah menjadi belajar kelompok. Karena disini saling mengisi kekurangan yang ada. Begitu bersyukurnya aku.

Waktu sudah menunjukkan sore, namun rintikan anugerah dari Tuhan masih turun membasahi kota ini. Memang tidak sederas tadi siang. Namun, apakah kegiatannya sudah selesai? Belum, kami masih punya satu agenda lagi yang harus diselesaikan hari ini juga. Kami akan membuat video profil perkenalan. Untuk yang satu ini aku lewati saja ceritanya.

Aku mulai mengenalmu....
Itu mungkin yang aku rasa saat ini. Sebenarnya ini mungkin cerita inti. Jam sudah menunjukkan waktu untuk beribadah, disaat sang fajar sudah kembali ke tempatnya untuk beristirahat. Seperti yang ku bilang tadi, rintikan masih tetap turun namun tidak deras.

Obrolan kecil kita di chat semakin seru saat malam itu. Tidak menyangka cuaca yang mendukung mendorong niat ku menemuimu sekedar makan dan bercerita. Entah kenapa aku begitu tidak sabar.

Namun, ternyata aku belum mendapatkan kesempatan itu, sangat disayangkan. Sepertinya Tuhan begitu sayang kepada Hamba-Nya dengan menurunkan rejeki rintikan rindu yang mampu membasahi tubuh. Tidak mungkin aku akan memaksakan menemuimu malam itu. Kau juga akan kebasahan nantinya.

Ya sudah, mungkin kita mengganti hari lain. Semoga kesempatan itu akan terus ada sebelum nantinya kau menikmati liburan akhir tahun di kampung halaman. Notabenenya kita satu daerah. Hanya dipisahkan sebuah desa saja.

Obrolan kita sepertinya masih berlanjut. Aku harus menerobos hujan malam itu untuk segera sampai ke tempat istirahatku. Benar saja, sekujur tubuhku kebahasan tanpa menyisakan tempat kering.

Entah mengapa disetiap obrolan dengan mu, aku merasa selalu ingin memberikan dokumentasi apapun yang ku lakukan dan apa yang aku alami. Sebelumnya tidak pernah aku hal demikian. Ah sudahlah, tidak perlu dibahas yang ini.

Aku memberitahumu kalau aku kebasahan. Lanjut saja aku mengganti pakaian ku dilanjutkan dengan membuat secangkir teh. Ku pikir obrolan kita berakhir setelah aku pulang, ternyata masih berlanjut. Cuaca hujan, badan kebasahan, dan aku tidak mengisi perutku.

Sungguh cara menyiksa diri yang elegan. Aku menanyakan beberapa hal seputar dirimu. Kau meresponnya dengan sangat baik. Ternyata kau orang yang cukup terbuka. Aku cukup senang dengan obrolan kita hingga larut itu.

Mulaiku menunjukkan beberapa puisi dan tulisan lainnya yang tidak seberapa itu kepadamu. Kau ternyata menyukainya. Memang pada akhirnya aku tahu kau bukan orang yang mudah nyambung. Tapi aku cukup senang, kau begitu menghargainya.  

Kita berbicara soal first impression. Kau memberikan kesan yang baik kepadaku dengan wajah manis mu disaat kita pertama berkumpul di dalam satu wadah. Berbanding terbalik dengan ku yang memberikan kesan kurang baik di mata mu. Tapi sepertinya itu hanya kesan awalnya. Kita sudah mulai terbiasa dengan obrolan konyol dibumbui becanda yang membuatku terkadang suka tertawa sendiri di kamar ini.

Entah mengapa padahal itu hanya cerita satu malam dimana kau mulai mengizinkan aku untuk kita saling mengenal, tapi aku merasa cerita itu panjang bagiku. Sepertinya bunga kali ini mekar disetiap malam, bukan dia siang hari. Tolong, jangan hilangkan kesan manismu.

Bunga menyukai senja
Namun rasanya ia mekar di malam hari
Di kala aku bercerita tentang senja, fajar, dan dini hari
Dari 3 waktu itu, aku memilih dini hari
Kesan manis bunga mungkin akan sulit dihilangkan
Sepertinya aku ingin terus melihat bunga mekar