Bhama
18 Februari 2020, 08:33 WIB
Last Updated 2020-02-18T01:33:54Z
Insight

Demi Penerimaan Diri, Alasan Wanita Jaga Pola Makan

Advertisement
Gundyus.id - Penampilan adalah hal yang sangat penting bagi seorang perempuan. Oleh sebab itu, seorang perempuan akan memperhatikan dan melakukan apa saja untuk membuat penampilannya menarik di depan orang lain. Nah, bagaimanakah citra tubuh dan perilaku makan terhadap penerimaan diri pada wanita?

Bagi seorang perempuan, penampilan adalah hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, penting baginya untuk memperlihatkan penampilan yang bisa menarik perhatian orang lain atau dengan kata lain tampil sempurna. 

Keinginan seseorang untuk tampil sempurna di depan banyak orang akan menimbulkan kekhawatiran. Kekhawatiran inilah yang membuat seseorang akan melakukan segala hal untuk membuat penampilan fisiknya menarik seperti keinginannya. 

Baginya, penampilan fisik yang menarik akan menentukan kesan yang membentuk dirinya dan menentukan bagaimana hubungannya dengan orang lain (Gilbert & Thompson, 2002, Newell, 2000 & Rumsey & Harcourt, 2003). 

Mumford & Choudry (2000) menyatakan bahwa standar kecantikan di masyarakat bagi seorang wanita yang ideal adalah yang memiliki badan langsing, sehingga menyebabkan banyak wanita merasa tidak puas dengan berat dan bentuk badannya saat ini. Oleh sebab itu banyak wanita terdorong melakukan segala usaha untuk meraih standar ideal tersebut.


Berat badan bagi wanita merupakan hal yang sangat penting, baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini terkait dengan status kesehatan, aktifitas fisik, citra tubuh dan evaluasi diri. Pengertian gemuk atau kegemukan sangat bervariasi, namun secara umum kegemukan adalah kelebihan berat badan yang melampaui berat badan normal. 

Secara klinis, seseorang dinyatakan mengalami kegemukan bila terdapat kelebihan berat badan sebesar 15% atau lebih dari berat badan idealnya. Idealnya, tubuh seorang perempuan terdiri dari 25-30% lemak. Bila lemak tubuh melebihi 30%, maka orang tersebut sudah bisa dikategorikan gemuk atau obese (Misnadiarly, 2007). 

Jadi dapat dikatakan bahwa seseorang akan melakukan apa saja agar terlihat menarik di hadapan orang lain karena orang tersebut kurang menerima keadaan dirinya sendiri.

Dia menafsirkan bahwa penampilan fisik menjadi penentu penting bagi seseorang diterima di kalangan masyarakat. 

Penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat yang dimiliki serta pengakuan akan keterbatasan diri sendiri (Chaplin (2012). Sedangkan menurut Arthur (2010) penerimaan diri merupakan sikap seseorang dalam menerima dirinya.

Seseorang merasa tidak puas melihat dirinya sendiri karena mereka 'merasa gemuk' dan memotivasi diri sendiri untuk melakukan olahraga (Grogan, Evans, Wright & Hunter, 2004). 

Hal itu juga dapat mencegah seseorang untuk melakukan kegiatan olahraga yang terorganisir seperti melakukan gym atau berolahraga di pusat olahraga karena kekhawatirannya tentang mengungkapkan bentuk tubuhnya kepada orang lain di tempat olahraga (Liggett, Grogan, & Burwitz, 2003) dan apakah seseorang memiliki jenis tubuh yang sesuai dengan tubuh orang yang sering melakukan olahraga, yaitu yang mengutamakan tubuh yang ideal dan sangat ramping (Choi, 2000).

Amalia (2007) mengungkapkan bahwa setiap individu memiliki gambaran diri ideal seperti apa yang diinginkannya, termasuk bentuk tubuh ideal seperti apa yang ingin dimilikinya

Pendapat ini juga sesuai dengan pendapat Thompson (2000) yang menyatakan bahwa tingkat body image individu digambarkan oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan serta menambahkan tingkat penerimaan citra raga yang sebagian besarnya tergantung pada pengaruh sosial budaya yang terdiri dari empat aspek yaitu reaksi orang lain, perbandingan dengan orang lain, peranan individu dan identifikasi terhadap orang lain.

Grogan (2006) menyatakan bahwa citra tubuh negatif dapat merugikan kesehatan individu, karena banyak perilaku kesehatan terkait dengan citra tubuh yang dijadikan sebagai topik penting bagi siapapun dengan minat ingin menjalankan gaya hidup sehat. 

Vohs, Heatherton, & Herrin (2001) mengatakan citra tubuh negatif (ketidakpuasan terhadap tubuh yang dimiliki) adalah prediktor terkuat yang menjadi teratur atau tidaknya perilaku makan dan gangguan makan.

Perilaku makan didefinisikan sebagai cara individu dalam memilih pangan serta mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, sosial dan budaya (Suhardjo, 1989). 

Sedangkan Tan (1970) berpendapat bahwa perilaku makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan tata krama makan, frekuensi makan, pola makan, kesukaan makan dan pemilihan makanan. Berbeda dengan Notoatmodjo (1993) yang mengungkapkan bahwa perilaku makan merupakan respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. 

Melliana (2006) menyatakan bahwa individu yang memiliki citra raga atau body image yang tinggi dinilai memiliki citra raga positif yang dapat dilihat dari kepedulian diri (self care).

Sebaliknya, individu yang memiliki citra raga rendah dinilai memilliki citra raga negatif, karena individu tersebut merasakan ketidakpuasan pada tubuh, pemikirannya hanya terfokus pada bentuk dan berat badan, merasa kurang  sehat dan berpikir bagaimana menjadi ideal yang menyebabkan individu menjadi tidak perhatian terhadap pemilihan makanan yang sehat. 

Citra tubuh dapat ditafsirkan sebagai sikap diri seseorang yang multidimensional terhadap tubuh, terutama penampilan (Cash & Pruzinsky, 1990).

Citra tubuh berhubungan dengan persepsi seseorang, perasaan dan pikirannya tentang dirinya atau tubuhnya dan biasanya dikonseptualisasikan memiliki tubuh yang dinilai dari estimasi ukuran, evaluasi daya tarik tubuh dan emosi yang terkait dengan bentuk tubuh dan ukurannya (Grogan, 1999; Muth & Cash, 1997).

Kebiasaan didefinisikan sebagai suatu tindakan, penggunaan atau reaksi yang biasanya berasal dari pengulangan seringnya suatu kegiatan, istilah ini juga dapat diterapkan dengan standar perilaku yang digeneralisasikan. 

Penting untuk mengatakan bahwa kebiasaan makan tidak selalu identik dengan pemilihan makanan, yaitu ketika orang makan makanan yang mereka sukai (Birch, 1998; Rozin, 1997)

Salah satu metode paling sederhana dan paling alami untuk mengurangi evaluasi diri dan menggantinya dengan penerimaan diri adalah dengan mengasumsikan pola pikir kesadaran bukan kecerobohan (Langer, 1989). 

Ridha (2013) mengungkapkan bahwa penerimaan diri banyak dipengaruhi oleh body image yang berupa budaya dan standarisasi masyarakat mengenai penampilan dan kecantikan, meliputi konsep kurus, gemuk, indah dan menawan ketika dilihat.

Kesimpulannya semakin tinggi citra tubuh, maka semakin tinggi pula penerimaan diri seseorang terhadap dirinya sendiri. Dengan adanya citra tubuh yang positif, seseorang dapat menerima kekurangan dan kelebihan dirinya tanpa merasa rendah diri, Lain halnya perilaku makan bahwa tidak berpengaruh terhadap penerimaan diri. Hal ini disebabkan adanya faktor lain yang mempengaruhi hubungan perilaku makan dan penerimaan diri. 

Sumber:
PENGARUH CITRA TUBUH DAN PERILAKU MAKAN TERHADAP PENERIMAAN DIRI PADA WANITA
Nur Hasmalawati, Universitas Muhammadiyah Malang
Foto: Pexels.com