11 Maret 2020, 11:56 WIB
Last Updated 2020-03-11T04:56:12Z
Insight

Mengenal Quarter Life Crisis, Kegalauan Generasi Milenial

Advertisement

Gudnyus.id - “Setelah selesai kuliah ngapain ya? menikah apa lanjut sekolah? Atau langsung kerja aja? Tapi kalau lanjut… tapi kalau nikah... tapi kalau kerja, hmm? Duh temanku udah pada dapet kerja, si A udah lanjutin kuliahnya, si B udah gendong anak. Kok aku masih gini-gini aja?”

Pernah merasakan hal di atas? Mungkin kamu sedang mengalami quarter life crisis. Jangan khawatir, kamu tidak sendiri. Survei terbaru yang dilakukan oleh First Direct Bank terhadap 2.000 orang millenial di Inggris, menggambarkan bahwa 56%  individu berada dalam quarter life crisis.

Perubahan-perubahan dalam perkembangan manusia pasti terjadi dan perubahan itu terjadi pada semua aspek baik  secara emosi, fisik, dan spiritual. Di usia sekitar 20-30an tahun,  terjadi perpindahan dari masa remaja ke masa dewasa awal, yang butuh banyak perjuangan lahir dan batin untuk menjalani perubahan di usia ini.

Bagi sebagian individu, masa-masa quarter-life atau di usia 20-an tahun tidak harus berjalan dalam sebuah krisis, melainkan menjadi masa-masa yang menyenangkan karena ada kesempatan untuk mencoba segala kemungkinan guna memperoleh makna hidup yang lebih mendalam. Namun, beberapa individu lainnya ada yang menjalani masa quarter-life dengan perasaan panik, penuh tekanan, insecure dan tidak bermakna yang disebut sebagai  quarter life crisis.

Fase ini biasanya dialami milenial yang sedang atau sudah selesai menempuh pendidikan di perguruan tinggi, dimana ada perasaan takut terhadap kelanjutan hidup di masa depan, termasuk di dalamnya urusan karier, relasi dan kehidupan sosial.

Namun, quarter life crisis ini bisa terjadi karena beberapa alasan seperti adanya tekanan keluarga, tekanan teman sebaya, rasa tidak aman terhadap masa depan, kekecewaan terhadap sesuatu, frustrasi dengan hubungan atau mengenai pekerjaan dan karier. Faktor norma sosial budaya, keluarga dan pertemanan mempengaruhi pandangan individu terhadap permasalahannya.

Semakin memperoleh tekanan, individu akan mulai membangun emosi-emosi dan pandangan negatif terhadap dirinya sendiri. Padahal di sisi lain, banyak aspek positif yang sebenarnya ia miliki namun tidak disadari, akibatnya produktivitas dan fungsi sosialnya menjadi terganggu.

Menurut Robinson (2015), terdapat 5 (lima) fase yang dilalui oleh individu dalam quarter life crisis antara lain :

Fase pertama, adanya perasaan terjebak dalam berbagai macam pilihan serta tidak mampu memutuskan apa yang harus dijalani dalam hidup

Fase kedua, adanya dorongan yang kuat untuk mengubah situasi

Fase ketiga, melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya sangat krusial, misalnya keluar dari pekerjaan atau memutuskan suatu hubungan yang sedang dijalani lalu mulai mencoba pengalaman baru.

Fase keempat, membangun pondasi baru dimana individu bisa mengendalikan arah tujuan kehidupannya.

Fase kelima, membangun kehidupan baru yang lebih fokus pada hal-hal yang memang menjadi minat dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh individu itu sendiri.

Nikmati setiap posesnya, bulatkan tekad dan kamu pasti akan bisa melewatinya. Jangan sampai kamu malah terlarut dalam kebingungan yang membuat kamu tidak mampu bangkit


Sumber Jurnal : 
Quarter Life Crisis: Mengatasi Kegalauan Generasi Millenial,
Vini Mutia Fitri, Division for Applied Social Psychology Research
Foto : pexels.com