gudnyus
4 Mei 2020, 11:44 WIB
Last Updated 2020-06-27T02:38:20Z
InsightOpini

Pajak Penghasilan Bagi Konsultan Perorangan

Advertisement

Gudnyus.id - Saya sempat ditanyai oleh salah satu rekan saya yang bekerja sebagai konsultan. Kebetuan sebagai dosen dan lulusan akuntansi, saya konsen meneliti mengenai perpajakan. Pada saat itu, rekan saya tersebut menelfon dan bertanya kepada saya, “Mas, saat ini kami bekerja sebagai konsultan perseorangan pada salah satu gugus tugas dibawah BPN Kabupaten dan Pemerintah Daerah. Selaku penerima jasa sebagai konsultan, kami dikenakan PPh Pasal 23, apa benar?”

Sedikit kita bahas mengenai konsultan/ tenaga ahli terlebih dahulu. Konsultan/ tenaga ahli merupakan seseorang yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari Dokter, Konsultan, Notaris, Akuntan, Pengacara, Arsitek, Aktuaris dan Jasa Penilai. Peraturan DJP Nomor PER-16/PJ/2016, Tenaga Ahli dikategorikan ke dalam penerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan bukan sebagai pegawai atau karyawan. Pada konsultan, dikenai pajak konsultasi yang merupakan pengenaan pajak atas jasa konsultasi. 

Jasa konsultasi adalah layanan profesional berupa jasa dengan keahlian tertentu sesuai bidang keilmuan yang dimiliki. Pemberi jasa konsultasi disebut sebagai konsultan. Pekerjaan yang dilakukan konsultan pada dasarnya adalah untuk kepentingan klien berdasarkan kontrak kerja yang telah ditanda tangani bersama. Konsultasi yang diberikan biasanya berupa penyajian sebuah temuan, merumuskan kesimpulan, dan memberikan rekomendasi kepada klien.

Baiklah, sudah sangat sering pertanyaan semacam ditujukan kepada saya dan mungkin akan terus saya terima sebagai pegiat dunia perpajakan. Jadi saya tanyakan kepada yang bersangkutan, “itu konsultannya berbadan hukum atau perseorangan/ pribadi?. Karena beda pengenaan pajak pada dua jenis konsultan tersebut.” 

Kemudian saya dikirimin beberapa berkas berkaitan dengan tupoksi kerja mereka. Berdasarkan landasan hukum perpajakan dan dokumen yang saya pelajari tersebut, dapat disimpulkan jenis konsultan ini masuk pada kategori konsultan pribadi alias adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap/ Tenaga Kerja Lepas. Ya jelas namanya saja sudah Konsultan Perorangan.

Kemudian saya sampaikan beberapa hal dimana memang salah satu salah hal yang sering muncul di lapangan adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 diasosiasikan dengan pembayaran jasa. Padahal, tidak dapat disamakan pengenaan pajak honor yang diterima oleh badan usaha dengan pemotongan atas orang pribadi. Salah satu alasan yang mengakibatkan sering terjadi salah penetapan tersebut karena objek jasa merupakan objek yang disebut pada objek PPh Pasal 21 dan disebut pula sebagai objek PPh Pasal 23.

Pasal 21 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut undang-undang PPh) mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. 

Pasal 23, selain mengatur tentang dividen, bunga, royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, juga mengatur tentang imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain.

Lebih rinci, Undang-undang PPh menyebutkan bahwa penghasilan sehubungan dengan jasa yang menjadi objek PPh Pasal 21 adalah yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Undang-undang yang sama juga menyebutkan bahwa yang merupakan objek PPh Pasal 23 adalah imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

PPh Pasal 21 dan PPh pasal 23 dapat dikatakan sebagai alur pengenaan pajak atas jasa. Imbalan atas jasa mengarah untuk dikenakan PPh 21 terlebih dahulu kemudian apabila objek tersebut lolos dari pengenaan PPh Pasal 21 barulah objek tersebut masuk kategori PPh Pasal 23.

Dalam bahasa sederhana bisa kita simpulkan bahwa imbalan atas jasa akan dikenakan PPh Pasal 21 apabila penerima penghasilan tersebut adalah orang pribadi. Sedangkan imbalan tersebut akan dipotong PPh Pasal 23 apabila penerima penghasilan adalah selain orang pribadi.

Untuk itu, saya coba tampilkan perbedaan antara keduanya sebagaimana tabel 1 berikut:

Tabel 1. Perbedaan Pengenaan Pajak Jasa PPh Pasal 21 dan Pasal 23

PPh Pasal 21
PPh Pasal 23
Landasan Hukum
UU No. 36 Tahun 2008
UU No. 36 Tahun 2008
Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015
Subjek Pajak
Orang Pribadi
Badan
Penerima Penghasilan
Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Penerima penghasilan Bukan Pegawai
adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap/ Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.

PPN
Tidak ada
10%
Tarif
Berkesinambungan
Tarif Pasal 17* x (50% x Penghasilan Bruto) - PTKP
*Tarif ditentukan berdasarkan PKP kumulatif
(Jika hanya menerima dari satu pemberi kerja)
2% x Penghasilan Bruto
Berkesinambungan
Tarif Pasal 17* x (50% x Penghasilan Bruto)
*Tarif ditentukan berdasarkan PKP kumulatif
(Jika menerima lebih dari satu pemberi kerja)


PPh Pasal 21 adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/ tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.

Nilai PPh 21 bukan pegawai (penghasilan berkesinambungan) adalah sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebulan kemudian dikalikan Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008, jika hanya menerima dari satu pemberi kerja. 

Nilai PPh 21 bukan pegawai (penghasilan berkesinambungan) adalah sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto sebulan kemudian dikalikan Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008, jika  menerima lebih dari satu pemberi kerja. 

Penghasilan berkesinambungan adalah penghasilan yang diterima lebih dari satu kali dalam satu tahun pajak. Bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP maka dikenakan tarif 20% lebih tinggi.

Sehingga, berdasarkan peraturan UU, Perdirjen Pajak, dan Peraturan Menteri keuangan serta ruang lingkup pekerjaan konsultan perorangan program GTRA, maka dapat disimpulkan bahwa konsultan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Saya coba buatkan contoh perhitungannya pada tabel 2 dan tabel 3, dengan membandingkan berdasarkan jumlah sumber pemberi penghasilan.

Tabel 2. Jika Menerima Penghasilan Hanya dari Satu Pemberi Kerja
Penghasilan Ke-
Penghasilan Bruto (PB)
50% x PB
PTKP
PKP (PB - PTKP)
PKP Kumulatif
Tarif Pasal 17
PPh
1
4.950.000
2.475.000
4.500.000
0
0
0
0
2
4.950.000
2.475.000
4.500.000
0
0
0
0
3
4.950.000
2.475.000
4.500.000
0
0
0
0
4
4.950.000
2.475.000
4.500.000
0
0
0
0
5
4.950.000
2.475.000
4.500.000
0
0
0
0
6
4.950.000
2.475.000
4.500.000
0
0
0
0
7
4.950.000
2.475.000
4.500.000
0
0
0
0
8
4.950.000
2.475.000
4.500.000
0
0
0
0
9
4.950.000
2.475.000
4.500.000
0
0
0
0
10
4.950.000
2.475.000
4.500.000
0
0
0
0

Tabel 3. Jika Menerima Penghasilan Lebih dari Satu Pemberi Kerja
Penghasilan Ke-
Penghasilan Bruto (PB)
PKP= 50% x PB
PKP Kumulatif
Tarif Pasal 17
PPh (PKP x Tarif)
1
4.950.000
2.475.000
2.475.000
5%
123.750
2
4.950.000
2.475.000
4.950.000
5%
123.750
3
4.950.000
2.475.000
7.425.000
5%
123.750
4
4.950.000
2.475.000
9.900.000
5%
123.750
5
4.950.000
2.475.000
12.375.000
5%
123.750
6
4.950.000
2.475.000
14.850.000
5%
123.750
7
4.950.000
2.475.000
17.325.000
5%
123.750
8
4.950.000
2.475.000
19.800.000
5%
123.750
9
4.950.000
2.475.000
22.275.000
5%
123.750
10
4.950.000
2.475.000
24.750.000
5%
123.750

Berdasarkan tabel 2, memperlihatkan bahwa jika hanya menerima penghasilan hanya dari satu pemberi kerja (dalam hal ini BPN) dengan PTKP yang diperoleh konsultan, maka konsultan tersebut tidak dikenakan pajak. Sedangkan jika konsultan tersebut menerima penghasilan lebih dari satu pemberi kerja (ada pekerjaan berpenghasilan lain) maka jasa yang diperoleh konsultan tersebut dikenakan pemotongan pajak sebesar Rp123.750,00 (tabel 3).

Sekian agar dapat dipahami dan menjadi tambahan pengetahuan bersama terkait pengenaan pajak, dalam hal ini konsultan perorangan. Terima kasih.
 
Penulis:
Dedi Kurniawan, S.Tr.Akun., M.Acc. (Dosen Pajak, Politeknik Negeri Batam)
Zaidan Zikri Malem, S.Pd., M.Sc. (Konsultan Perorangan Reforma Agraria)